Kamis, 17 September 2009

Tips Make-Up Cantik Ajaib


Tips Make-Up Cantik Ajaib


Cantik? Perempuan mana yang rasanya tidak suka dibilang cantik, manis, ayu. Dalam diri setiap perempuan, setidaknya pasti memiliki keinginan untuk berhias agar menjadi cantik ataupun enak dipandang.

Salahkah berusaha menjadi cantik? Tentu tidak. Dalam sebuah riwayat pun Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa, "Allah SWT itu indah dan senang akan keindahan."

Sayangnya, terkadang fokus cantik hanya dititikberatkan pada fisik. Hidung mancung, kulit putih, bulu mata lentik, tinggi langsing. Tanpa berusaha mendandani sisi cantik lain yang lebih penting, yaitu cantik dari dalam, inner beauty.

Ingat ketika Diva Pop Krisdayanti baru muncul? Saat itu, banyak para wanita yang merubah dandanan alis mata. Mengeriknya hingga melengkung segaris di atas mata, menanam bulu mata keriting palsu agar terlihat lebih lentik. Menusukan silikon ke dagu atau hidung hingga terlihat lancip menawan. Untuk apa? Tentu saja agar secantik Diva sang idola.

Tidak, bukan kecantikan seperti itu yang diharapkan dari seorang wanita shalihah, mengubah ciptaan yang telah Allah SWT anugrahkan. Bukankah jika kita dititipkan sesuatu oleh orang lain, akan berusaha menjaga titipan tersebut agar tetap rapi sama seperti ketika pertama kali barang itu dititipkan? Begitu pun seluruh anggota badan yang ada pada diri manusia. Semua adalah titipan Allah SWT.

Mempercantik fisik, tentu saja dibolehkan. Dengan niat menjaga titipan amanah yang telah Allah anugrahkan. Berusaha memeliharanya agar tetap baik. Namun perlu diingat, dalam mempercantik fisik, tentu perlu disesuaikan syar'i yang telah Islam ajarkan. Tidak mengubah bentuk ataupun fisik yang telah ada.

Kecantikan fisik diharapkan sejalan dengan makin cantiknya hati. Akan percuma jika cantik orangnya, namun buruk ahlaknya. Indah orangnya, namun busuk hatinya. Kecantikan dari dalam hati adalah kecantikan hakiki. Ia akan memancar abadi tak lekang oleh umur, tak lapuk oleh usia. Memantulkan wajah berseri menawan sepajang masa.

Ingin cantik alami, tanpa kosmetik, kerak kerik, ataupun operasi plastik? Ada rahasia turun temurun, warisan para leluhur wanita shalihah. Tips make-up Cantik Ajaib. Rahasia agar setiap hari semakin cantik, menarik, senantiasa penuh energik. Cocok untuk segala usia, tua muda, remaja dewasa.


***


1. Usap seluruh wajah dengan bedak merk Air Wudhu, niscaya akan bercahaya sepanjang masa.

2. Gunakan pemerah pipi dari kosmetik Mustika Rasa Malu agar senantiasa terjaga iman.

3. Oleskan lipstik Kejujuran pada bibir, agar senantiasa manis dalam bertutuk kata. Serta tambahkan lip-gloss Tutur Kata Lemah Lembut agar bibir terlihat indah bercahaya.

4. Hiasi mata dengan maskara Ghadhul Bashar (menundukan pandangan) agar semakin lentik, bening, dan jernih.

5. Pakailah sabun wangi Istighfar untuk menghilangkan kotoran badan berupa dosa dan kesalahan, hingga harum setia setiap saat.

6. Rawat rambut dengan shampo berupa Jilbab Islami untuk mencegah dan menghilangkan ketombe berupa pandangan laki-laki yang membahayakan.

7. Hiasi tangan dengan gelang emas Tawadhu menengadahkan tangan beserah diri hanya kepada Allah.

8. Hiasi jari-jari dengan cincin bermata Ukhuwah agar semakin erat persahabatan.

9. Hiasi badan dengan baju dari rumah mode Kesucian dan Taqwa yang dapat membaluti tubuh agar senantiasa menutup aurat, menjaga diri dari pakaian tipis, tembus pandang.

Tips make-up cantik yang praktis plus ekonomis. Namun terkadang sulit untuk dilaksanakan. Semoga istiqamah.


Sumber : Lizsa Anggraeny (KotaSantri.com)

Rabu, 09 September 2009

Sudah Sedemikian Keraskah Hati Ini?

Di dalam perjalanan menuju kantor, saya terlelap menikmati sejuknya udara dalam bis. Tak terasa hingga kondektur bis membangunkanku untuk menagih ongkos, dengan mataku yang masih merejap kuulurkan sejumlah uang untuk membayar ongkos bis. Dan... samar mataku menangkap sosok seorang ibu setengah baya berdiri tak jauh dari tempatku duduk. Tapi, rasa kantuk dan lelah ku mengalahkan niat baik untuk memberikan tempat duduk untuk ibu tersebut. 

Turun dari bis, baru lah sisi baik hati ini bergumam, "Andai saya berikan tempat duduk kepada ibu tadi, mungkin pagi hari ini keberkahan bisa kuraih". "Siapa tahu ridha Allah untuk ku di hari ini dari doa dan terima kasih ibu itu jika saja kuberikan tempat dudukku..." Ah, kenapa baru kemudian diri ini menyesal? 


Semalam dalam perjalanan pulang dengan kereta api, duduk di hadapan saya seorang bapak berusia 40-an. Lewat seorang penjual air minum kemasan, dan ia segera menyetopnya untuk membeli. Tangan kirinya memegang segelas air minum kemasan sementara tangan satunya merogoh-rogoh kantongnya. Sesaat ia memperhatikan beberapa keping yang ia mampu raih dari bagian terdalam kantongnya, ternyata... ia mengembalikan segelas air minum kemasan yang sudah digenggamnya kepada penjual air sambil menahan rasa hausnya.
 

Saya yang sedari tadi di depan bapak itu hanya bisa menjadikan serangkaian adegan itu sebagai tontonan. Tidak ada tawaran kebaikan keluar dari mulut ini untuk membelikannya air minum, meski di kantong saya terdapat sejumlah uang yang bahkan bisa untuk membeli dua dus air minum kemasan! Bayangkan, cuma 500 rupiah yang dibutuhkan bapak itu tapi hati ini tak juga tergerak?
 

Kemarin, sebelum Isya, juga dalam perjalanan pulang. Hanya berjarak 200 meter dari kantor, saya melewati pemandangan yang menyentuh hati. Di pinggir jalan Wijaya, Jakarta Selatan, sekeluarga pemulung tengah menikmati penganan kecil berbuka puasa mereka. Suami, istri beserta dua anaknya itu tetap lahap meski yang mereka nikmati hanya sebungkus kue -entah pemberian siapa. Sempat langkah ini terhenti setelah tujuh atau delapan langkah melewati mereka, sempat pula saya berpikir untuk menghampiri keluarga itu untuk sekadar mengajak mereka makan. Tapi... bayangan ingin segera bertemu anak-anakku di rumah mengalihkan langkahku untuk meneruskan perjalanan.
 

Padahal, dengan uang yang saya miliki saat itu, sepuluh bungkus nasi goreng pun bisa saya belikan. Apalagi jumlah mereka hanya empat kepala. Dan kalau pun harus tergesa-gesa, toh semestinya saya bisa memberikan sejumlah uang untuk makan mereka malam itu, atau juga untuk sahur esok hari. Duh, kenapa kaki ini justru meneruskan langkah sekadar untuk memburu kecupan kedua putriku sebelum mereka tidur?
 

Pagi ini. Saya coba renungi semua perjalanan hidup ini. Ya Tuhan, sudah sedemikian keras kah hati ini? Sehingga tanpa rasa berdosa kulewatkan begitu banyak kesempatan berbuat baik. Bukankah selama ini saya selalu berdoa agar Engkau memberikanku kemudahan untuk berbuat baik terhadap sesama? Tetapi ketika Engkau berikan jalan itu, aku malah melewatkannya.

Berikan kesempatan itu lagi untukku, Tuhan.


Sumber : Bayu Gautama