Sejak kecil saya tidak terlalu dekat dengan almarhum Bapak saya. Saudara saya memang gak sedikit, jadi wajar jika Bapak jarang menemani anaknya satu per satu dengan kesibukannya.
Bapak saya penghobi jalan-jalan, kalau dipikir-pikir hobi itu yang menurun kepada saya. Hampir setiap akhir pekan ada jalan-jalan keluarga, sering kakak sulung saya ditinggal, sebab mobil tak muat, jadi harus mengalah kepada adik-adiknya, lagian kakak sulung saya lebih suka main dengan teman-temannya, maklum remaja.
Saya lebih sering bersama Ibu, sebab hari-hari bapak berada di kantor, kecuali hari libur. Untuk meminta sesuatu, saya lebih sering mengutrakannya kepada Ibu saya.baca lanjutannya
Berangkat sholat jumat mungkin adalah waktu terbanyak untuk berdua saja dengan Bapak dalam hidup saya. Selebihnya waktu dihabiskan bersama seluruh anggota keluarga: Bapak, Ibu, dan 6 orang anaknya.
Belum sempat saya merasakan benar-benar dekat dengan Bapak saya, kejadian itu muncul ketika saya menjelang remaja. Bapak jatuh di kamar mandi rumah kontrakan di Bojonegoro, stroke. Beliau sempat sembuh, hingga kambuh lagi di rumah kami di Batu. Sejak itu, kelumpuhan menemani bapak.
Maka masa remaja saya jalani tanpa ada yang mengajari saya bagaimana menjadi seorang lelaki sejati, atau belajar elektronika seperti yang diajarkan Bapak kepada Kakak saya. Saya hanya menemui bapak sebentar di rumah, pamit pergi untuk menemui kawan-kawan saya hampir tiap hari
Paling tidak, itulah kenangan saya tentang Bapak yang begitu sedikit membekas di ingatan saya... hingga anak-anak saya mengingatkan saya.
Dynamic Duo, putri kembar saya itu sedang aktif-aktinya dan suka bereksperimen. Akhir-akhir ini mereka sudah mulai bisa memakai sepatu sendiri, sebab saya dan si Ummi baru saja memberikan mereka masing-masing sepasang sepatu baru. Bukan hanya bersemangat dalam hal sepatu mereka juga sangat bersemangat dalam hal "kaos kaki".
Berhubung memakai kaos kaki lebih susah daripada memakai sepatu, mereka pun menemukan hal lain yang bisa dilakukan, "mencopot kaos kaki". Entah itu kaos kaki mereka sendiri, kaos kaki si Ummi, ataupun kaos kaki saya. Sepulang si Ummi belanja atau sepulang saya kerja, mereka bersedia mencopotkan kaos kaki kami.
Sekarang, setiap pulang kerja, saya sodorkan kaos kaki saya untuk mereka lepaskan, satu kaki satu anak... Dan lalu mereka mengingatkan kenangan lain tentang Almarhum Bapak bersama saya.
Dahulu, saya dengan senang hati menyambut Bapak pulang ke rumah, menunggu untuk melepas sepatu dan kaos kaki Bapak. Sembari menanyakan kabar saya hari itu, bapak menyodorkan kakinya. Biasanya, jika bapak bertugas agak jauh dari rumah, ada oleh-oleh yang disertakannya.
Lalu berusulan memori tentang bapak ter-restore ke otak saya. Bagaimana dia selalu menawarkan mainan, pakaian, sepatu.. Mengajak saya nonton bola di lapangan dan membawa saya berkaraoke dengan kawan-kawan kantornya. Mengenalkan saya pertama kali dengan yang namanya "Pizza" yang seringkali hanya dibelikannya hanya untuk saya.
Ternyata begitu banyak kenangan yang secara tak sengaja terdelete dari ingatan saya, mungkin sebab kesibukan saya yang melalaikan.
Sekarang saya mulai menikmati rutinitas pulang kerja saya, putri-putri lucu saya dengan bersemangat melepas kaos kaki saya. Mungkin seperti ini perasaan yang dirasakan Bapak dulu...
Alhamdulillah, saya punya Bapak yang baik... yang melimpahi saya dengan kasih sayang, meski tak mengajarkan saya elektronika atau bermain gitar...
Alhamdulillah, saya punya anak-anak yang mengajarkan saya arti menjadi seorang Bapak...
PS : Jika ada Ayah yang buruk, carilah kebaikannya, jadikan kebaikan itu alasan untuk berbakti kepadanya, meski berbakti itu sebuah tuntutan, tanpa perlu alasan...
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (Al Isro’: 23 )
Penulis : Rizky M
Sumber : Eramuslim.com