Rabu, 23 Juni 2010

Cinta Itu Berkorban


Setengah mati nahan tangis, akhirnya air mata gue jebol juga. Gue akui gue emang tipe artis bollywood banget. Gampang nangis…eh yang suka nangis itu artis India apa Korea ya? Yang pasti secara tampang sih gue Shakruk Khan banget. Haah!

Yang pasti tangisan suci ini akibat nonton Kick Andy versi pasangan suami istri yang ga normal. Maksud gue yang satu fisiknya normal yang satu engga’. Cuma hebatnya mereka kayak pasangan sejati banget. Best couples in the world dah!

Acara Kick Andy edisi ‘cinta ga melihat fisik’ ini ditayangin 2 minggu berturut-turut. Diulang jum’at malem ama minggu sore. Biasanya walopun jumat malem gue udah nonton, minggunya nonton lagi. Abis apa aja yang diangkat ama Kick Andy emang keren dan menyentuh sih. Ga kayak infotainment itu.

Yang edisi minggu pertama dikisahkan beberapa pasangan yang perempuan fisiknya normal juga cantik, sementara suaminya ga normal, ada yang gagu, buta dan ada ga bisa jalan pake. Pokoknya kalo dibayangin kagak bakal bisa nikah deh. Tapi buktinya mereka nikah, dan kalo ditanya apakah mereka bahagia, merekapun menjawab ya!

Pas minggu itu, abis selesai nonton, Fatimeh istri gue bilang, “Tuh, kan Pa, wanita itu emang bisa menerima seorang pria buat jadi suaminya dalam kondisi apapun. Wanita itu hebat kan kayak mama?”

Gue sih waktu itu bilang, “ya ma, wanita itu hebat ya. Setau papa yang namanya pria pasti ga bakalan melakukan hal yang sama. Mereka pasti mikirin fisiknya dulu number one!”

“Kalo kita ni ya pa, bisa menerima cowok apapun dia, yang penting udah yakin. Apalagi yakinnya ditambah cinta.”

“Ungkapan cinta itu buta berarti emang benar adanya ya, Ma.” Tanya gue kemudian. Gue sih ga menyangsikan cintanya die ke gue. Tapi ga ada salahnya pura-pura nanya. Pura-pura tersesat di jalan.

“Buta, tapi bagi mama tetep ngeliat dikit kok. Mata yang satu dipejemin, yang satu ngelirik-ngelirik. Buktinya mama milih papa yang ganteng. Hehe...”

“Papa ganteng ya? Alhamdulillah ada juga yang mengakuinya, hehe...tapi soal menerima apa adanya gimana tuh, Ma?”

“Ya, mama juga kan menerima papa adanya, pas nikah dulu kan papa juga belom ada penghasilan. Kita blom punya apa-apa. Tapi tetep mama trima. Bukan seperti cewek yang lain. Kalo yang lain kan bilangnya gini, ya udah kamu sekarang adanya apa? Klo ada mobil, rumah sendiri, kerjaan tetap baru aku terima jadi suamiku.”

“Sebenernya ga salah juga lho Ma, kalo ada mempersyaratkan ini dan itu. Kan itu juga bisa membangun kebahagiaan pasutri.”

“Iya, tapi jangan diutamakan banget dunk. Kata orang pinter, kebahagiaan itu bukannya dicari tapi dibangun. Jadi apapun dasarnya, background bahkan pisik seseorang tidak bisa dijadikan barometer utama untuk membangun keluarga.”

Bener juga kata istriku, sejak kapan dia pinter. Hehe.

Paling tidak apa yang ditayangin di Kick Andy itu menjadi bukti, bahwa dasar fisik yang sering didambakan pada sang pasangan tidak selalu bisa dijadikan acuan. Asal kita tulus menerima apa adanya pasangan kita maka kebahagiaan bisa dibangun. Sebaliknya bila pencariaan kita hanya pada kesempurnaan-kesempurnaan fisik dan ekonomi, bisa bisa itu hanya sementara dan semu. Betapa banyak pasangan sempurna hasil akhirnya tidak bahagia, cerai, dsb...

Pasangan selebritis misalnya, mereka adalah contoh kongkret betapa kesempurnaa, ketenaran dan kekayaan tidak berarti bila tidak adanya upaya saling memahami. Bahkan cenderung mencurigai. Jelas juga, artis kan disuruh maen film atau sinetron berpasangan ama sapa aja biasa. Gimana ga cemburu pasangannya? Dan juga sebab yang lainnya. Misalnya ada artis baru yang lebih cakep, berpaling deh. Penghasilan bulanannya ga sama. Statusnya ada yang lebih tinggi. Keturunannya ada yang lebih terhormat, dll.

“Seringnya ni ya Pa, kita harus banyak memberikan pengorbanan untuk menciptakan kebahagiaan.”

“Termasuk pengorbanan perasaan bahwa pasangan kita bukan makhluk yang sempurna. Yang pasti ada kelemahan dan kesalahan ya Ma.”

“Lihat bagaimana ada yang menerima suaminya ga bisa berjalan normal, ada yang suaminya buta, ada yang suaminya ga bisa bicara. Tapi mereka masih mau menerima!”

“Cinta tanpa pengorbanan itu mustahil. Bohong belaka. Ingat dulu, apa yang dilakukan nenek ketika kakek divonis ginjalnya harus diangkat semua karena kecing batu. Nenek dengan ikhlas dan sadar nyerahin ginjalnya satu buat kakek hingga kakek sampai sekarang dengan ijin Allah masih hidup. Itulah cinta, pengorbanan!”

“Betul, Pa. Kalau semua orang memahami hal itu, maka kemakluman-kemakluman bisa diciptakan, rasa maaf dan penghormatan bisa ditumbuhkan. Dan pengertian-pengertian bisa disambungkan. Ketika pengorbanan dilakukan maka betapa cepat cinta bisa ditumbuhkan!”

“Selanjutnya keluarga yang sakinah Mawaddah wa rahmah bisa muncul ke permukaan!”



Oleh : Arifwita

Sumber : Eramuslim.com



desaint

Tidak ada komentar:

Posting Komentar