Jumat, 11 Juni 2010

Kecoa Suka Tantangan

Hari ini aku mandi di rumah sebelah, rumahku kran PAM-nya macet. Sudah dua minggu lebih rumah sebelah ini tak dihuni. Kalau bukan terpaksa, ogah aku mandi di sini. Bersama empat kawan-kawanku yang manis, kami menyalakan seluruh lampu plus membersihkan ruangan. Aku langsung tancap gas menuju kamar mandi.

Ada yang unik di sini. Seekor kecoa. Binatang menjijikkan dan menyebalkan. Berwarna coklat besar dengan antena panjang di kepala. Kakinya Masya Allah kekar sekali. Tubuhnya seukuran jempol kaki orang. Makmur rupanya si kecoa ini.

Mandi bareng sama Kecoa? Ndak lah ya. Makanya, aku gencarkan aksi menyiram air habis-habisan agar dia hanyut ke lubang pembuangan. Mengusirnya? Bukan cara efektif, menurutku. Kecoa akan hinggap di tempat bersih lain, itu pilihan yang buruk. Membunuh kecoa? Aku lagi ndak mood membunuhnya. Aku ingin menyingkirkannya saja.

Toh kalau dibunuh, aku tak ingin melihat zombie di dekatku. Kecoa itu binatang yang sulit dibunuh. Kecuali diremukkan seluruh body. Resikonya, ampun baunya. Kecoa akan tetap bertahan hidup meski dipotong menjadi dua bagian.

Oh, ya, ada satu hal yang membuat kecoa mati perlahan-lahan. Buat dia pada posisi kaki di atas. Dia paling benci posisi itu dan berusaha meronta-ronta kembali tengkurap. Paling-paling 4 hari dia akan mati kecapean. Uh… sadis man!

Nah, waktu kuguyur air bergayung-gayung, dia terus saja bertahan, bahkan malah menuju arah di mana air itu dialirkan, terus begitu. Terus merangkak melawan arus. Ini yang menjadi perhatianku. Aku iseng terus mengguyurnya dengan air pada kecepatan lebih tinggi. Eh... dia berusaha bertahan, mensejajarkan tubuhnya ke arah air mengalir. Dan berjalan menuju kakiku. Ih, ini bandel amat sih! Menyebalkan! Akhirnya aku malah kasihan, kelelahan, dan membiarkan dia mojok di ruangan ini.

Ah, kecoa ini, walau mengesalkan dia makhluk detritrivor, pengurai sampah yang dibutuhkan. Hebatnya, dia hidup di antara kebencian manusia. Mana ada orang yang suka dengan kecoa. Makanan yang tak sengaja disinggahinya akan langsung dibuang. Tempat bersih yang dijejakinya akan segera dibersihkan ulang.

Aku respek sama perjuangannya untuk bertahan menerima serangan luar yang begitu dahsyat. Paling sulit untuk dihancurkan dan dibunuh. Semangat hidupnya tinggi di antara kebencian semua orang. Seakan-akan dia berbicara,”Kehidupanku sangat berarti bagi kalian. Aku hidup untuk kebaikan lingkungan. Oleh karenanya, kenapa aku diciptakan, masa bodoh kebencian kalian.”

Satu-satu kelemahan si kecoa adalah dirinya sendiri. Kalau dia terjungkal pada posisi terlentang. Ia tak bisa kembali ke posisi semula. Itulah kiamat baginya.

Mirip seperti manusia, penghancur utama hidupnya adalah dirinya sendiri. Persepsi dan pikiran di dalam dirinya. Apakah positif atau negatif. Ketika dia berpikir negatif, menganggap segala sesuatu dari luar adalah serangan dan dia merasa tak berdaya , ia akan kalah.

Namun ketika ia berpikir positif, segala serangan dari luar merupakan masukan yang berharga untuk mengevaluasi langkahnya dan menjadi cambuk kemajuan. Dia akan menjadi orang yang luar biasa di tengah deras ketidaksukaan.

Les Giblin mengatakan kebanyakan diri kita berharap dan mencari cara agar orang lain beranggapan baik terhadap diri kita. Segala upaya diusahakan untuk menarik perhatian orang lain. Supaya kita dianggap orang shalih, shalihah, baik, ramah, dan lain-lain. Kita bahkan memanipulasi diri kita. Menipu diri.

Namun sebenarnya bukan begitu caranya, semua berawal dari pikiran dan persepsi kita. Kala kita berkata pada diri kita, bahwa aku orang ramah, aku sangat mencintai diriku, mensyukuri karunia Allah, aku orang yang terbuka dan baik hati. Tanpa disadari semua aktivitas dan perbuatan kita dikendalikan sesuai apa persepsi dan pikiran kita tentang diri kita tersebut. Maka yang terjadi adalah orang-orang di sekitar kita pun beranggapan seperti yang kita inginkan dan mencintai kita.

Percaya tidak? Saat kita bilang kita orang ramah setiap hari di depan cermin, dan kita meyakini hal itu. Tanpa kita sadari tiap kali berjumpa orang lain kita lemparkan senyum tulus, orang pun membalas hal serupa. Seyuman yang tulus juga. Lalu bagaimana kalau kita berpikir kita adalah orang sukses?

Terima kasih kecoa, sungguh kamu diciptakan tanpa sia-sia.



Penulis  : Aris Solikhah

Sumber : KotaSantri.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar