Senin, 16 Februari 2009

Atas Nama Penilaian Orang Lain

Didalam salah satu festival film dari Iran di ceritakan bahwa dua orang anak tukang jahit setiap hari berangkat sekolah dengan berlari karena jarak yang ditempuh kedua anak itu cukup jauh dan tidak jarang mereka sampai terlambat kesekolah. Karena terlalu sering di bawa berlari sepatu keduanya menjadi rusak , namun sang ayah hanya bisa membelikan sepatu untuk si kakak karena tabungan mereka tidak cukup untuk membeli dua pasang sepatu dan hal itulah yang menyebabkan sang kakak berusaha mencari kerja sampingan agar bisa membelikan sepatu baru buat adiknya akan tetapi harga sepatu pada waktu itu terlalu mahal.
Ketika lomba lari antar sekolah akan di selenggarakan sang kakak melihat bahwa hadiah bagi pemenang kedua adalah sepasang sepatu dan ukurannya hampir sama dengan ukuran kaki adiknya. Dengan hati yang penuh harap si kakak mendaftar pada acara lomba tersebut. Sang kakak sengaja merahasiakan hal itu keluarganya termasuk adiknya agar kalo kalah terlalu berharap banyak dan kalo menang bisa menjadi kejutan.
Pada hari yang telah di tentukan lomba pun dimulai, sang kakak berlari dengan sangat cepat karena memang setiap hari telah terbiasa berlari pulang pergi sekolah. Yang ada dimata sang kakak hanyalah sepatu bagi adiknya. Satu persatu lawan di tinggalkan sampai dia lupa bahwa garis finish semakin dekat dan hadiah sepatu hanya bagi juara dua sedangkan lawan masih jauh di belakang. Para guru dan teman-temannya menyoraki agar dia secepatnya mencapai garis finish tetapi dia hanya ingin jadi juara dua bukan juara satu. Semakin dekat garis finish teriakan penonton semakin membahana dan dia tidak bisa lagi menahan teralu lama. Sorak penonton mengelu-elukan dia sebagai juara tetapi airmatanya menangis melihat sepatu bagi adiknya yang terlewatkan, dia tidak perduli juara atau tidak , dia tidak begitu perduli dengan segala pujian karena yang di butuhkan cuma satu yaitu sepatu bagi adiknya.
Terkadang apa yang menurut kita baik belum tentu seperti itu penilaian orang lain terhadap kita begitu juga sebaliknya apa yang dianggap orang baik belum tentu bisa kita terima sebagai sebuah kebaikan, namun ada saat kita sulit menghindar dan terkondisi pada penilaian orang lain lalu mengenyampingkan pendapat kita sendiri atas nama toleransi.
Berlakulah lunak dan saling mengasihi. Hendaklah kamu saling mengalah terhadap yang lain. Apabila orang yang punya hak mengetahui kebaikan yang akan diperolehnya disebabkan menunda tuntutannya atas haknya pasti orang yang punya tuntutan atas haknya akan lari menjauhi orang yang dituntutnya. (HR. Bukhari)
Jika bukan karena matahari, mana mungkin orang bisa menilai indahnya cahaya rembulan atau gemerlapnya bintang-bintang tetapi tetap saja panasnya yang selalu menjadi cerita.



Sumber : Dari millis tetangga
desaint

Tidak ada komentar:

Posting Komentar